Rabu, 15 November 2023

Review Novel Kusni Kasdut - Parakitri

Pada mulanya, aku ga tertarik dengan buku ini, apalagi saat melihat judul dan cover-nya. Tapi, lagi-lagi berbekal situs goodreads dengan rating yang tinggi 4 dari 5 maka aku pun mencobanya. Saat membaca Kusni Kasdut adalah penjahat fenomenal yang berhasil lolos dari penjara berulang kali … Aku langsung, ‘Hah!? Penjahat kenapa sampai dibuatkan bukunya!” Tapi, memang sih aku pengin tahu bagaimana jalan cerita dari sudut pandang seorang penjahat a.k.a tokoh antagonis karena selama ini menurutku banyak sekali dari tokoh protagonis. Ya, kita ga pernah tahu sisi kehidupan seseorang tanpa menelusurinya.

Ternyata Kusni Kasdut pernah ikut berjuang membela negara pada masa revolusi nasional Indonesia, itu yang membuatku salut. Aku pernah membaca di Kaskus, ada sebuah ungkapan ‘Jika kemiskinan itu selalu jadi alasan dibalik aksi-aksi kriminal.’ hal ini ternyata benar seperti yang dialami Kusni Kasdut. Ia lahir dari keluarga miskin mendambakan harkat diri yang tak ditemukannya. Sampai ia mempertanyakan arti pengorbanan setelah selalu menemui kegagalan dari pergulatan pahitnya hidup dan pertentangan pedihnya batin.

Kusni waktu dulu pernah masuk Heiho (tantara pembantu) saat Indonesia masih dijajah Jepang, yang dilatih sangat keras oleh tentara pendudukan Jepang di Malang. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Kusni bergabung dengan TKR (tentara keamanan rakyat) bergerilya hingga Surabaya menghadapi pasukan sekutu dari Inggris. Inggris ingin melucuti senjata Jepang sedangkan Indonesia mau senjata itu setelah Jepang menyerah kepada sekutu dan kembali ke negaranya. Kusni juga bergabung dengan laskar Brigade Teratai yang anggotanya dari copet, rampok, germo, wanita panggilan selain TNI. Kusni mengambil emas dan berlian milik warga keturunan Tionghoa untuk modal perang dan memukan Meriam tentara Belanda untuk melawan Belanda.

Kusni sering ditangkap pasukan Belanda, dipukuli dan dijebloskan ke Penjara tapi juga selalu bisa meloloskan diri. Kusni kecewa tak bisa masuk TNI karena luka di kakinya. Ia mengurus surat pernyataan bekas pejuang dan ke Biro Rekonstruksi Nasional (tempat penempatan bekas pejuang) di Jakarta, namun tak mendapat jawaban (pekerjaan).

Empat tahun ikut berjuang demi tanah air, tapi dalam sekejab menjadi orang susah. Hingga akhirnya Kusni bersama temannya memeras dengan modus penculikan orang kaya yang hasilnya dibagi-bagi kepada sesama pejuang. Kusni juga merampok hartawan Arab hingga terbunuh yang waktu itu belum banyak terjadi seperti sekarang. Aksi nekat lainnya merampok perhiasan emas dan berlian koleksi Museum Nasional Jakarta senilai Rp. 2,5 miliar pada tahun 1963.

Kusni ditangkap ketika akan menjual sisa hasil curiannya, sempat melarikan diri hingga beberapa kali pindah penjara. Ia tercatat sudah delapan kali kabur dari penjara. Sampai pengajuan grasinya ditolak Soeharto menjelang eksekusi mati. Kusni melukis Gereja Katedral Jakarta di hari-hari senggangnya dan lukisan itu dipajang di Museum Katedral Jakarta.

Quotes menarik dalam buku.

“Kalau tak ada kemurahan hati, keraslah! Kalau tak ada harga diri, rebutlah!”

“Begitulah manusia, pikirnya. Ia hanya berani waktu musuhnya lemah.”

“Apa sebenarnya yang gelap di dunia ini? Pohon dan batu tetap di tempatnya. Air dan angin mengalir dan berembus seperti sediakala. Matahari terbit di timur dan terbenam di barat. Semua di sana. Hanya hati manusia yang berubah. Apa yang perlu dirisaukan?”

“Bapak jangan lupa, saya ini dokter! Tugas saya menyembuhkan bukan menambah penderitaan!”

“Tapi revolusi telah memberi sesuatu yang tak ternilai harganya kepada mereka semua: pengalaman dalam pengorbanan. Atau lebih tepat, kesempatan menggunakan kemampuan semaksimal mungkin. Ia telah memberi kesempatan kepada para pejuang untuk menikmati harga dirinya. Berapa orangkah yang beruntung memperoleh saat melakukan sesuatu dengan segala kemampuan dan kegairahan yang ada, tanpa udang dibalik batu, tanpa nafsu-nafsu pribadi?”

“Apa yang sudah dilakukan tak mungkin ditiadakan lagi. Dan bohong melelahkan kehidupan, karena bohong menuntut kebohongan lain untuk mendukungnya. Terus begitu tanpa akhir, sehingga orang tak pernah jadi dirinya sendiri dan banyak kesusahan yang ditimbulkan.”

“Sebab apa yang mengubah hidupnya pada akhirnya apa yang bisa dikerjakannya, sebab apa yang bisa dikerjakan tumbuh dalam kemungkinan yang melingkunginya. Maka ia senantiasa siap, tanggap, dan cermat dengan lingkungan, sehingga tanpa disadarinya ia sibuk dengan menyenangkan. Keinginan dan nafsu tak sempat merembes dari apa yang mungkin dilakukannya saat itu juga.”

“Tapi dunia dan kehidupan ini rupanya bukan untuk ditaklukkan tapi dihidupi.”

“Tiap orang menemukan kemungkinan untuk berbuat di atas semua ini tanpa ditanyakan pangkat dan harga diri.”

“Bahwa satu hal yang sangat penting bagi manusia, ia lebih beruntung dari kebanyakan orang. Dipelajari dan dipahaminya banyak hal langsung dari perbuatan, langsung dari kehidupan. Hampir tidak ada dari buku, hampir tidak ada dari kabar angin, hampir tidak ada dari tontonan, hampir tidak ada dari petuah.”

Perjalanan hidup seorang bromocorah legendaris menginspirasi lagu ‘Selamat Pagi Indonesia’ dari grup music rock, God Bless.

Sumber bacaan tambahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar