Bismillah, aku ingin me-review sebuah novel yang berjudul Yang Telah Lama Pergi oleh Tere Liye. Sedikit intermezzo, alasan kenapa aku suka review novel itu supaya ga mudah lupa dengan alur ceritanya. Aku juga pernah dengar istilah “Baca elit, review sulit” sebenarnya sih it’s okay kalau mau baca saja tanpa review, kan itu hak prerogatif ya.
Cerita
bermula ketika Al Mas’ud sang pengembara dari Baghdad, pembuat peta yang
ditangkap para perompak di kapal. Ia tengah diadili sebelum dihukum karena
dikira merupakan mata-mata kerajaan. Ia selamat karena Biksu Tsing yang punya
hubungan baik dengan pimpinan bajak laut Selat Malaka, Raja Perompak.
Raja
Perompak bernama Remasut dan mempunyai penasihat arif bernama Pembayun. Pada
umumnya, Perompak itu mudah membunuh dan menjarah harta benda milik orang lain.
Remasut memiliki visi berbeda, dia berhasil menyatukan para perompak. Mereka
memang masih memenggal kepala lawannya, tapi mendahulukan proses pengadilan di geladak
kapal untuk memberikan kesempatan lawan membela diri. Raja Perompak mengumpulkan
kelompok kapal suku ‘Orang Laut’ yaitu suku Lambri dan Visayan. Raja Perompak
juga memiliki keempat Hulubalang serta tabib, koki, hakim bahkan pemusik.
Remasut tentu
memiliki peristiwa di masa lalu yang menjadi motivasi terbesar di hidupnya dan
menjadikan dia seperti sekarang. Peristiwa itu diceritakan oleh Pembayun. Jadilah
Mas’ud berada di kapal perompak sekarang, menjadi penasihat muda. Mas’ud juga
berlatih pedang dengan samurai, Emishi. Raja Perompak berniat menyerang Kerajaan
Sriwijaya dan hal pertama yang ia lakukan justru strategi untuk melumpuhkan
armada kerajaannya terlebih dahulu dari utara, timur, barat dan selatan. Remasut
juga meruntuhkan benteng Kota Panai yang dekat dengan kerajaan tanpa menyakiti penduduknya
dari solusi Mas’ud.
Cerita ini
memiliki plot twist, terutama di bagian ending. Gaya narasinya mudah
dipahami. Novel ini memiliki banyak kelebihan terutama di bagian strategi
bertempur. Kekurangannya, karakter dibuat seakan terlalu sempurna bahkan tidak
manusiawi atau bahasa sekarangnya OP (Overpowered). Pesan moral banyak terdapat
dalam quotes yang tertera.
"Tubuhmu
kurang turun, agar saat maju atau mundur kepalamu tetap stabil. Kakimu terlalu
lebar, bahkan kambing bisa berlarian di bawahnya. Setiap pemain pedang yang
lihai, dia memiliki kuda-kuda yang kokoh." -Emishi.
"Agar
perompak lain menghormatimu. Respek tidak diberikan gratis, Al Baghdadi. Kamu
harus mendapatkannya sendiri dengan bertarung. Raja Perompak memberikanmu
kesempatan terbaik." -Emishi.
"Perompak mungkin saja tidak pernah punya niat baik, Al Baghdadi. Mereka hanya tahu soal menjarah, merampok. Tapi kadang kala, saat sesuatu yang terlihat kejam, jahat terjadi, boleh jadi ada kebaikan di dalamnya. Hikmah, bukankah begitu bangsa kalian menyebutnya? Ada hikmahnya." -Pembayun.
Aku tahu
kenapa Biksu Tsing menyelamatkanmu, Al Baghdadi.... Dia tahu, kamu bukan hanya
pembuat peta. Kamu memiliki sesuatu yang dibutuhkan dalam rencana ini. Kamu
peduli. Dan kamu berani menunjukkan kepedulian itu. Lihatlah, kamu nekat
melawan Raja Perompak. Bahkan Hulubalang terkencing-kencing jika Raja Perompak
membentak seperti tadi. Kamu tidak. Kamu memang takut, wajahmu pucat pasi, tapi
demi penduduk Kota Panai, kamu menyingkirkan rasa takut itu. Bukankah itu yang
terjadi tadi?" Pembayun.
"Untuk
mempercepat prosesnya, mereka juga menggunakan strategi menghasut. Itu trik
kuno yang licik. Tapi siapa yang akan meributkan moralitas? Semua sah dilakukan
saat perang."
Raja
Perompak, di antara mitos, legenda, cerita-cerita hebat tentangnya, dia tetap
seorang manusia. Dan hari ini, dia kehilangan sepupunya, satu-satunya keluarga
yang dia miliki di muka bumi. Dia memang Raja Perompak, memimpin ribuan
perompak yang suka menjarah, membunuh, penjahat. Namun di dalam dirinya, dia
tetaplah manusia yang punya perasaan. Masih ada kebaikan di sana. Siapa yang
lebih mulia dari raja-raja munafik. Seolah-olah mulia, seolah-olah dia peduli
pada rakyat, namun kenyataannya dia egois dan jahat."
"Rencana
yang matang, persiapan yang matang, adalah kunci memenangkan pertempuran
besar."
"Kamu
akan membahayakan dirimu sendiri di luar sana, Al Baghdadi. Kamu akan terlempar
oleh ombak. Sekali kamu masuk laut, nasibmu tamat. Aku tidak mau kehilangan
temanku." -Pembayun.
"Aku
tahu hidupmu penuh dengan ujian. Kegagalan. Kehilangan. Rasa sakit. Kecewa.
Marah. Datang silih berganti. Tapi ketahuilah, kamu bukan lagi anak kecil yang
terapung-apung sendirian di atas gentong kayu. Kamu sekarang adalah pemuda
cerdas, berpengetahuan, berani, dan pandai bertarung. Semua masa lalu itu.
Semua kehilangan. Rasa sakit. Peluk erat-erat, Remasut. Karena kalau pun kita
kehilangan, gagal, tidak mendapatkan apa pun, kita tetap memperoleh sesuatu
yang spesial. Menemukan sesuatu yang berharga. Pelajaran. Dan boleh jadi itulah
yang penting dan abadi. Atau boleh jadi, itulah yang sedang membentuk karakter,
masa depanmu. Kamu sedang disiapkan untuk sesuatu yang besar tadi. Aku percaya,
suatu saat, kamu akan menemukan ketenang lan hidup, Remasut. Atau setidaknya,
tahu pasti apa yang akan kamu lakukan....." -Tsing.
"Aku melatihmu untuk mampu bertahan atas serangan sesulit apa pun. Dan itu sangat penting. Ingatlah, samurai terbaik di dunia adalah samurai yang bahkan tidak pernah memulai menghunuskan pedang lebih dulu. Dia hanya bertahan. Dia mungkin akhirnya membunuh lawan, tapi dia bertahan. Itulah yang sedang kuajarkan kepadamu, Al Baghdadi. Agar anakmu kelak, masih mengenali ayahnya, seorang pembuat peta. Agar istrimu nanti, masih mengenali suaminya, seorang laki-laki yang tidak berlumuran darah. Berdiri." -Emishi.
"Tenang
saja, pengkhianat tidak akan mengkhianati orang yang akan membantunya
membalaskan dendam." -Pembayun.
"Aku
datang tidak untuk membalaskan dendam, Khan. Aku datang karena inilah takdirku.
Dan aku dengan senang hati menjalaninya. Seperti sungai yang mengalir. Mungkin.
Aku kalah. Atau aku menang. Tapi apa pun hasilnya, dengan senang hati aku
menjalani takdirku. Berusaha melakukan yang terbaik." -Emishi.