Minggu, 14 Agustus 2022

Sebuah pelajaran. 'Teh Termahal'

Jadi, saat aku ingin membayar uang teh, bertanya, 'Kak, tehnya berapa satu?' yang dibalas 'Rp. 5.000' aku kasih uang 100.000. Balasannya, 'Uangnya gede kali nggak ada uang lain?' Padahal ya, di warung makan pasti banyak uang pecah. Sebelumnya, di dompetku tadi ada uang 5.000, tapi raib. Lalu, kakak itu menghitung uang kembalianku, dia nggak yakin, menghitung lagi baru kasih ke aku. Awalnya, aku kayak ada firasat gitu uang yang dibalikinnya salah. Masa jadi ada uang 4.000-nya sih, 9.000. Harusnya 'kan kelipatan 5.000. Tapi, aku abaikan. Aku main terima aja, ga kuhitung lagi, aku mencoba percaya. Takutnya orangnya tersinggung.

Ternyata, mempercayakan orang lain, tidak membuatmu lebih mujur malah bahkan buntung! Aku sadar sekarang. Entah kenapa, selama ini aku kemana aja. Padahal pasti banyak yang mengalami hal serupa tapi aku nggak mengingatnya. Malah ini tejadi padaku. Seharusnya aku nggak bole malas buat menghitung uang kembalian, kalau aku nggak mau uangku berkurang begitu saja. Mau balik lagi 'kan nggak mungkin. Kami udah naik mobil yang sudah berjalan.

Aku ambil pelajarannya saja. Nggak boleh harus diam, main terima aja, nanya! Dan nggak apa buat nolak permintaan orang, belum tentu juga dia mau nolong kamu, malah kamu yang dirugikan. Bukannya, semua simbiosis mutualisme. Selalu nolong orang, malah kamu yang rugi. Biasanya, kamu berusaha menunjukkan citra baik, jadi katanya beberapa orang ada yang mau mengelilingimu. Tapi, kamu sendiri nggak pengen itu, nggak terlalu berguna juga buatmu. Karena tetap saja kamu tidak melakukan apa-apa, apalagi topiknya nggak menarik.

Karena terluka, aku jadi membalas chat teman virtual yang terpendam. Padahal, sudah aku abaikan karena nggak mood dan sok sibuk. Ya, dunia itu indah, tapi indah tanpa manusia yang berbuat kerusakan! Selama ini, aku takut berkonflik, tapi sekarang kupikir nggak apa selama bukan sama famili dan sahabat. Aku nggak bisa mendamaikan orang lain yang berselisih, biar mereka yang menyelesaikannya sendiri, karena itu di luar dayaku. Aku cukup menasihatinya saja.

Dengan kejadian ini, aku jadi mengerti jawaban dari pertanyaan, 'Kenapa mereka berselisih, kenapa yang junior nggak ngalah aja, kenapa nggak saling menghargai.' yang mungkin jawabannya bukan nggak bisa tapi nggak mau. Btw, aku jadi bisa nulis panjang di sini. Intinya, aku boleh diam. Tapi, nggak selalu, ada saatnya. Dan, sesekali kamu harus belajar menolak daripada menerima, apalagi itu bertentangan dengan hak dan kemauanmu. Orang-orang akan memaklumimu jika tidak kamu nggak usah sedih dan marah, karena kamu juga nggak minta makan sama dia. Harta tidak dibawa mati, jangan pelit sama yang membutuhkan. Apalagi sedekah subuh yang khasiatnya banyak.

Seulawah, 17 Juli 2022 18.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar